Minggu, 18 Januari 2015

Efektifkah Penutupan Jalan Protokol di Jakarta Untuk Mengurangi Kecelakaan dan Kemacetan?

   Repot, putar-putar cari jalan alternatif, dan menyusahkan. Mungkin itu sebagian keluhan warga Jakarta khususnya pengendara sepeda motor menanggapi aturan baru Pemerintah DKI Jakarta.
Pernyataan ini dilontarkan para bikers menanggapi larangan roda dua melintasi jalan protokol, seperti Bundaran Hotel Indonesia hingga Jalan Medan Merdeka Barat.
Salah satunya, Aco Bule, salah satu penggiat otomotif dari komunitas "Yamaha Motor Club". Dia tidak setuju terhadap rencana Pemprov DKI Jakarta melarang sepeda motor untuk melintasi beberapa jalanan protokol, mulai Desember 2014.
   Aco menuturkan, saat ini masih banyak warga Jakarta yang dituntut mobilitas tinggi dalam melakukan pekerjaannya. "Kalau seperti bos-bos perusahaan yang hanya datang dan pulang dari kantor mungkin tidak masalah. Tapi, banyak juga kan pekerjaan seperti jurnalis, pengantar barang, atau surveyor yang membutuhkan kemudahan akses dalam perjalanannya. Itu pasti akan merepotkan mereka," ujar Aco saat dihubungi VIVAnews.
   Bila merujuk kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, pelarangan sepeda motor untuk melintasi area-area tertentu sebenarnya tidak bisa dilakukan.
   Pasal 133 undang-undang tersebut mengatur: Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, pemerintah hanya bisa melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu.

  "Yang lebih tepat itu pembatasan. Saya lebih setuju jika pemerintah, misalnya, membuat jalur khusus untuk sepeda motor dan membatasi jumlah sepeda motor yang bisa melintasi jalan-jalan itu," ujar Aco. Bukan hanya itu, dia menginginkan, pemerintah bisa menciptakan sebuah solusi yang lebih baik dan mengakomodasi kebutuhan seluruh pihak.

"Pemerintah harus punya solusi lain untuk memenuhi kebutuhan warga yang mobilitasnya tinggi. Jangan hanya diskriminatif kepada pengendara sepeda motor," ucap Aco.
   Apalagi seperti diketahui, banyak pelintas sepeda motor yang berlalu lalang di jalanan Jakarta merupakan warga yang telah melakukan perjalanan jauh dari luar kota seperti Depok, Bekasi, atau Tangerang.
   Dia mengakui, faktor keselamatan harus jadi yang utama. "Kamipun di komunitas rider, punya ritual untuk selalu beristirahat 5 hingga 10 menit setiap 2 jam sekali," tambah dia.
   Hanya saja keselamatan dan angka kecelakaan dinilai bukan alasan yang tepat bagi Pemprov DKI Jakarta menerapkan peraturan baru itu, Desember 2014.

  "Pemprov seharusnya bisa menyediakan angkutan terpadu yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota sekitarnya, kemudian menganjurkan warga agar memakai angkutan itu, bukannya melarang sepeda motor untuk lewat di jalanan protokol Jakarta," ujar Aco.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi juga meminta larangan sepeda motor masuk jalan protokol itu, ditunda. Sebab, kata dia, Pemprov DKI masih belum mampu menyediakan sarana bus tingkat gratis dengan jumlah memadai.
   Padahal seperti dijanjikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, masyarakat yang biasanya melintasi jalanan protokol itu dengan menggunakan sepeda motor akan diarahkan untuk menaiki bus tingkat gratis sebagai sarana transportasinya.

  "Seharusnya pembangunan infrastruktur massalnya yang harus dibereskan terlebih dahulu, kemudian bereskan juga bus-bus yang tidak layak, baru terapkan peraturannya," ujar Pras di Gedung DPRD DKI.  selain itu, Pras mengatakan, tidak tepat bila kebijakan pelarangan itu dilakukan dengan alasan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Sebab, penyebab utama
membeludaknya jumlah sepeda motor di Jakarta saat ini adalah akibat mudahnya masyarakat memperoleh kendaraan roda dua itu.

"Motor juga harus dijadikan sebagai barang mewah, sehingga masyarakat akan berpikir dua kali sebelum membeli motor dalam jumlah banyak," kata Pras.
Alasan Pemprov DKI

Basuki Tjahaja Purnama yang biasa disapa Ahok itu sudah memperkirakan muncul penolakan. Dia mengakui, aturan ini bukan kebijakan populis. "Menyetop motor, melarang motor lewat Jalan Thamrin pasti akan banyak orang marah," ujar Ahok.
Meski begitu, Pemprov DKI tetap akan melaksanakan kebijakan ini untuk mengurangi kecelakaan. Ahok berkaca pada data yang dia terima dari Ditlantas Polda Metro Jaya bahwa 2-3 pengendara sepeda motor meninggal di Jakarta setiap hari.
   "Memang enggak ada pilihan. Mereka yang meninggal itu kebanyakan juga tulang punggung keluarga. Rata-rata mereka juga masih muda, anak-anaknya masih kecil," ujar Ahok.

Ahok menuturkan, kebanyakan pula dari para pengendara motor adalah warga commuter yang biasanya datang dari daerah-daerah penyangga sekitar Jakarta.

"Naik motor itu ada efek psikologisnya. Kamu capek-capek dari Bekasi, dari Depok ke pusat kota Jakarta. Ketika akan sampai kantor tabrakan," ujarnya Ahok.

Namun demikian, Ahok memastikan kebijakan itu tidak akan menghambat mobilitas warga, karena langkah tersebut dibarengi dengan penyediaan fasilitas park and ride di beberapa gedung yang letaknya strategis, juga mengoperasikan beberapa bus tingkat gratis yang akan melayani transportasi warga.

"Jadi ketika kamu masuk ke tengah kota berhenti saja. Kamu (dari luar kota) sudah enggak akan kuat lagi. Istirahat saja, naik bus ber-AC, ada wi-fi. Kamu duduk di situ," ujar Ahok.
Desember nanti, Dinas Perhubungan bekerja sama dengan Kepolisian akan menilang para pengendara yang membandel dan kedapatan melintas di jalan itu.
Namun, ini didahului sosialisasi selama bulan November. Sedangkan pemasangan rambu-rambu larangan, direncanakan bisa dimulai pada awal bulan Desember.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar menambahkan, kebijakan itu akan berlaku bagi semua kendaraan roda dua, tanpa kecuali.
Bikers diberi sedikit kemudahan. Mereka yang berkendara menyeberangi kawasan Jalan Thamrin--seperti dari Tanah Abang menuju Kebon Sirih atau dari Medan Merdeka mengarah ke kawasan Budi Kemuliaan--masih boleh melintas. "Kalau menyusuri jalan, tidak boleh. Kendaraan akan kita larang 24 jam dan ditilang oleh polisi kalau memang melanggar aturan," jelas Akbar.

Didukung Polisi

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto mengatakan, larangan ini dilakukan untuk menekan tingginya pertumbuhan sepeda motor di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Lima tahun terakhir, sepeda motor tumbuh hampir 200 persen.

"Pemprov DKI dan Dishub DKI sudah berkordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Selain untuk menciptakan keamanan dalam berkendara, hal ini juga untuk mempersiapkan pelaksanaan ERP (Electronic Road Pricing)," ujar Rikwanto.

Selama 2013, imbuhnya, ada 16,04 juta kendaraan yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, dan 11,93 juta adalah sepeda motor.

Sedangkan untuk jumlah mobil pribadi, kata Rikwanto, hanya sekitar tiga juta unit atau sekitar 19 persen dari total jumlah kendaraan.

Dengan adanya kebijakan baru ini, Rikwanto berharap dapat menekan tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di DKI Jakarta. "Berdasarkan data, sebanyak 62 persen kejadian kecelakaan melibatkan sepeda motor," jelasnya

Bukan hanya Thamrin


Ahok menjelaskan, Pemprov DKI baru akan menerapkan kebijakan itu di sepanjang jalan protokol antara Bundaran Hotel Indonesia dan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Namun bila kebijakan ini terbukti mampu menjadi satu lagi solusi untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta, dia tidak akan segan-segan untuk menerapkan juga peraturan ini di jalan-jalan protokol lainnya di Jakarta.

"Setelah ini berhasil, kita akan terapkan juga di Kuningan, Gajah Mada, Hayam Wuruk, sampai ke Blok M," jelas Ahok.
   Untuk menerapkan peraturan ini di jalan-jalan lainnya, Ahok menuturkan Pemprov DKI secara otomatis harus menyediakan lagi bus-bus tingkat yang akan digunakan sebagai transportasi gratis bagi warga yang melewati jalan-jalan itu.

Ahok telah memerintahkan PT Transportasi Jakarta yang juga menangani operasional moda transportasi TransJakarta busway untuk mengadakan bus tingkat yang bisa memuat ratusan orang. "Peraturan ini baru bisa kita perluas kalau busnya datang lagi. Saya sudah minta PT Transportasi Jakarta untuk sediakan bus tingkat yang ber-AC dan juga ada wifi-nya," kata Ahok.
   Ditemui secara terpisah, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih mengaku akan  mengadakan 70 unit bus tingkat. "Mungkin baru di tahun 2015 proses penyediaannya bisa terlaksana," ujar Kosasih.

 http://fokus.news.viva.co.id/news/read/557486-pro-kontra-roda-dua-dilarang-melintas-di-jalan-protokol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar