Pedagang kaki lima (PKL) di beberapa kota besar identik dengan
masalah kemacetan arus lalu lintas, karena PKL memanfaatkan kelompok
pedagang itu memanfaatkan trotoar sebagai media berdagang.
Kelompok ini pun kerap diusir dan dikejar petugas karena mempergunakan lahan bisnis tidak sesuai dengan tata ruang perkotaan.
Akan
tetapi, bagi sebagian kelompok masyarakat, PKL justru menjadi solusi
mereka karena menyediakan harga lebih miring. Lihat saja, bagi mereka
yang berpendapatan cekak pedagang kaki lima adalah pilihan.
Hal
ini membuat pembersihan usaha mikro itu di lokasi-lokasi strategis
menjadi kontroversial dilihat dari kaca mata sosial. Setiap hari mereka
ulet berjuang untuk menghidupi keluarga, sembari kucing-kucingan dengan
aparat. Akankah perjuangan itu harus dilalui sepanjang hari, minggu,
bulan, bahkan sampai bertahun-tahun?
Akhir-akhir ini berbagai
institusi, baik pemerintah maupun swasta mulai memberi perhatian bagi
kelangsungan bisnis pedagang kaki lima, salah satunya Kementerian negara
Koperasi dan UKM.
Ikhwan Asrin, Deputi Bidang Pemasaran dan
Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan PKL dalam visi
instansi itu adalah pengusaha tangguh yang harus dihargai.
"Mereka
harus dihargai karena perjuangannya luar biasa. Tidak pernah menerima
permodalan dari pemerintah maupun perbankan, akan tetapi bisa survive,"
tegas Ikhwan.
Sebagai penghargaan untukmereka, kata-kata pedagang
kaki lima dihilangkan dari kamusnya, diganti pedagang kreatif lapangan,
karena sebutan pedagang kaki lima telah menurunkan derajat pebisnis
mandiri.
Kelompok itu justru mampu menciptakan lapangan kerja dan
penyumbang retribusi bagi pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu,
Kementerian Koperasi telah menginstruksikan penggantian istilah itu
kepada pimpinan dinas terkait maupun kabupaten/kota.
"Jika PKL
diarahkan dan dibina serta diberdayakan, dampaknya terhadap perekonomian
daerah dan nasional sangat dahsyat," katanya. Berdasarkan data Asosiasi
Pedagang Pasar se-Indonesia (ASPPSI) jumlah pedagang mikro ini mencapai
11 juta orang.
Penyediaan lahan
Selain pengubahan
istilah, pejabat daerah juga diminta menyediakan lahan bagi mereka.
Dampak jangka panjangnya menampung tenaga kerja tambahan nonformal
sebagai tenaga lepas ataupun menambah pendapatan asli daerah dari
retribusi PKL dan parkir.
"Jika PKL diarahkan dan dibina serta diberdayakan, dampaknya terhadap perekonomian daerah dan nasional sangat dahsyat."
Program
semacam ini mulai dilaksanakan di Sumbar. Untuk ketertiban dan
mencuatkan kesan profesional, pemerintah setempat meregistrasi
calon-calon pedagang yang akan menempati areal baru.
Sementara itu, Koperasi Properti Usaha Kecil Menengah Indonesia
(Kopukmi)
di Pusat Grosir Cililitan (PGC) mengorganisasikan 130 PKL di sekitar
bekas Gedung Ramayana Blok M untuk menempati lantai dasar WRS Bazar
Center, nama baru Ramayana.
Kelompok itu sebelumnya berkeliaran,
kini tertib di lantai tanpa fasilitas pendingin ruangan. Namun, Kopukmi
belum menggunakan pedagang kreatif lapangan.
Rizal Mulyana, Ketua
Kopukmi dan juga Direktur Operasional PT Wahana Rezeki Semesta (WRS),
menuturkan lokasi bagi pedagang merupakan bagian dari tanggung jawab
sosial koperasi dan perusahaannya.
"Kami berupaya membuktikan
bahwa mereka adalah pengusaha gigih. Mereka bahkan bersedia memenuhi
kewajiban pembayaran sesuai dengan yang kami terapkan," ungkap Rizal
Mulyana.
Dengan misi peningkatan kualitas hidup PKL, sebelumnya
berdagang di jalanan dan dianggap momok karena berbaur dengan preman,
temyata masih bisa dibina. "Mereka hanya berupaya mencari uang demi
hidup keluarga."
Dari Surabaya, Braman Setyo, Kepala Dinas UKM
Jawa Timur, beru paya menciptakan lingkungan koi.-dusif bagi lokasi PKL
dengan membuat klaster PKL di kabupaten/kota Jatim.
"Saya sudah
mendapat instruksi dari Gubernur Jawa Timur," tukas Braman. Saat ini
hanya tiga kota besar yang bisa merelokasi PKL, yakni Malang, Surabaya
dan Jember.
Dia mengaku tidak malu mengadopsi model yang sukses
diterapkan Kota Manado dalam menata PKL. Kota di Sulut ini telah
menciptakan suasana nyaman dalam penanganan pedagang kaki lima karena
mereka tak lagi berkeliaran.
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=119:memanusiakan-para-pedagang-kaki-lima-&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar